Penjelasan Bung Karno di Amuntai, Negara Nasional Atau Negara Islam!


Sejak awal 1950-an, Bung Karno kembali gencar mewacanakan ideologi Pancasila dan paham kebangsaan di tengah deru gerakan dengan bercita-citakan “Negara Islam”. Diproklamirkannya Negara Islam Indonesia (NII) oleh S. M. Kartosuwirjo, pada 7 Agustus 1949 di desa Cisampah, kecamatan Ciawiligar, kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat menjadi salah satu alasannya. 

Paska menerima gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada (19 September 1951), Bung Karno semakin mantap mengadakan kuliah umum dan orasi dalam rapat-rapat umum terkait Panca Sila. Salah satu wilayah yang akan dikunjungi Bung Karno dalam misinya tersebut adalah Amuntai, Kalimantan Selatan. Kunjungan ke Kalimantan Selatan dilakukan karena kekhawatiran masuknya gerakan Darul Islam ke wilayah tersebut. Pemerintah khawatir Ibnu Hadjar yang merupakan pimpinan Kesatuan Rakyat Indonesia jang Tertindas (KRIjT) bergabung dalam gerakan Darul Islam. 

Negara Nasional Atau Negara Islam?
Mendengar rencana kehadiran presiden ke Amuntai, Yusni Antemas, antusias menyiapkan sebuah spanduk, yang belakangan disadari sangat terkait dengan alasan kenapa presiden ke Kalimantan Selatan. “Minta Pendjelasan Negara Nasional atau Negara Islam?” begitulah tulisan dalam spanduk itu. Spanduk berukuran 3×2 meter tersebut terbuat dari kertas dengan tulisan warna merah yang dibuat bersama rekannya Anang Abdul Muin di desa Karias (sekarang Gang Gerpindom), Amuntai. Yusni Antemas diketahui adalah seorang pegawai di Jawatan Penerangan di kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), sekaligus wartawan untuk harian lokal Indonesia Merdeka. 

27 Januari 1953, spanduk itu diarak bersama masyarakat ke lapangan raksasa Merdeka secara berduyun-duyun. Saat rombongan pengarak spanduk tiba di lapangan raksasa merdeka, Bung Karno yang saat itu telah memulai pidato lisannya, mempersilakan rombongan tersebut untuk segera bergabung di lapangan. “Nah ini yang saya tunggu”, kata presiden Soekarno. Lanjutnya, “Mari-mari, bawa ke sini, bawa spanduk itu ke saya. Hari ini saya akan jawab langsung pertanyaan warga Amuntai ini,” ujar Bung Karno bersemangat. Di hadapan ribuan warga dari seluruh pelosok Hulu Sungai Bung Karno menegaskan bahwa Indonesia merupakan sebuah negara nasional yang berideologi Pancasila, dan bukan sebuah negara teokrasi dengan haluan keagamaan tertentu (Mimbar Penerangan, tahun IV, no. 2, Februari 1953).

Pidato Bung Besar di Amuntai menjadi bahan perbincangan selama berbulan-bulan. M. Isa Anshary adalah yang pertama-tama menyatakan reaksinya secara terbuka. Politisi Masjumi cum tokoh Persatuan Islam (Persis) ini menyatakan, ”Pidato Presiden Soekarno itu djiwa dan semangatnja adalah tidak demokratis dan tidak konstitusionil” (Sin Po, 11 Maret 1953). Dalam nota protesnya kepada pemerintah – dalam hal ini kepada Perdana Menteri Wilopo dan Wakil Perdana Menteri Prawoto Mangkusasmito – pada 31 Januari 1953, antara lain ia menilai pidato tersebut “bukan suatu kebidjaksanaan jang dapat dihargakan, karena berisi ’penentangan’ terhadap suatu ideologi Islam jang dianut oleh sebagian terbesar dari warga negara Indonesia” (Aneta, 2 Februari 1953).

Selain itu, protes juga datang dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada 4 Februari 1953, dewan tertinggi partai Islam Perti pada 5 Februari 1953, pucuk pimpinan Gerakan Pemuda Islam Indonesia pada 12 Februari 1953, dan Pengurus Besar Persatuan Islam pada 16 Februari 1953 (Aliran Islam, tahun VII, no. 46, Maret 1953). Kelompok Nasionalis Netral Agama pada gilirannya membela Bung Karno. Kelompok ini membantah bahwa atas dasar hak prerogatif presiden sebagai pemimpin revolusi dan pemberi ilham rakyatnya di samping sebagai kepala negara yang konstitusional.

Reaksi secara lokal datang dari pimpinan Masjumi Kalimantan Selatan. Pidato itu mereka nyatakan propaganda berat sebelah, karena tak dikemukakan pilihan alternatif suatu partai politik dengan ideologi Islam atau dengan cita-cita mendirikan Negara Islam (Indonesia Merdeka, 8 Februari 1953). Selain pelbagai protes, pada media lokal dijumpai pula pihak yang mendukung pendapat Bung Karno. Sabilal Rasyad menyatakan bahwa daya penarik rakyat total berjuang mempertahankan kemerdekaan adalah karena kemerdekaan ini milik nasional, bukan milik sementara golongan dalam masyarakat bangsa Indonesia (Merdeka, 6 Februari 1953).

Kuliah umum yang disampaikan oleh Bung Karno di hadapan civitas akademika Universitas Indonesia pada 7 Mei 1953 adalah jawaban terhadap kontroversi dari pelbagai reaksi atas pidato yang disampaikannya di Amuntai. Pidato presiden itu berjudul “Negara Nasional dan Tjita2 Islam”. Pertama disebutnya:

“Dan saudara2, tatkala aku berdiri di Amuntai menghadapi pertanjaan Bung Karno, minta pendjelasan: Negara Nasionalkah atau Negara Islamkah? Pada waktu itu aku berdiri disana sebagai Presiden Republik Indonesia, tidak sekedjap mata pun aku mempunjai lubuk pikiran di belakang kepalaku ini melarang kepada pihak Islam untuk mengandjurkan atau mempropagandakan tjita2 Islam. Sama sekali tidak. Kita mempunjai undang2 dasar jang dengan tegas berdiri diatas dasar Pantjasila, jang salah satu dari padanja ialah dasar demokrasi.”

Kedua, dikemukakan pula, untuk menegaskan kembali bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini adalah negara nasional.

Peristiwa Amuntai 1953 adalah panggung kontestasi politik antara kelompok Nasionalis Netral Agama–dalam hal ini dimotori oleh Soekarno–dengan kelompok Islam atas rakyat Amuntai pada khususnya, dan rakyat Indonesia umumnya. Pertarungan diskursus ”Negara Islam” yang diduelkan dengan ”Negara Nasional” dalam pidato itu, dikritik secara tegas oleh kelompok Islam sebagai ajang kampanye terselubung dan doktrin yang membahayakan terhadap cita-cita perjuangan berdirinya negara Islam.


*Tulisan direvisi seperlunya dari tulisan Muhammad Iqbal, Alumnus program studi Pascasarjana Ilmu Sejarah Universitas Indonesia.
Penjelasan Bung Karno di Amuntai, Negara Nasional Atau Negara Islam!
Item Reviewed: Penjelasan Bung Karno di Amuntai, Negara Nasional Atau Negara Islam! 9 out of 10 based on 10 ratings. 9 user reviews.

Negara Nasional adalah jawabanNya
Bhineka Tunggal Ika

Emoticon? nyengir

Berkomentarlah dengan Bahasa yang Relevan dan Sopan.. #ThinkHIGH! ^_^

Komentar Terbaru

Just load it!