Penggranatan Fakultas Sastra dan Lahirnya KNPI di Bali

Oleh : Widminarko*



Pasca-Tragedi G 30 S/PKI, kantor dan gedung vital di Denpasar tiap malam mendapat penjagaan khusus. Fakultas Sastra Unud yang berlokasi di Jalan Nias dijaga anggota Resimen Ugrasena, selain waker. Setelah granat meledak di bagian depan FS, 13 Juli 1966 malam, banyak pimpinan dan aktivis GMNI diinterogasi dan ditahan. Sebagian besar anggota Resimen memang aktivis dan simpatisan GMNI. Komandan Resimen Wayan Bawa, misalnya, menjabat Ketua III Korda GMNI Bali-Nusra, selain Ketua Umum Dewan Mahasiswa Unud. 

Setelah diinterogasi, ada yang langsung dilepas, ada yang ditahan beberapa hari, ada yang keluar-masuk tahanan. Sebelas aktivis ditahan berbulan-bulan, termasuk Ketua I Korda Bali-Nusra Ketut Robin, Ketua GMNI Cabang Denpasar Ketut Tama, dan Wayan Bawa. Aktivis-aktivis GMNI itu, hanya Ketut Tama yang diadili di Pengadilan Negeri Denpasar. Dalam sidang 31 Mei 1968, Majelis Hakim yang diketuai Tirtayasa, S.H. menyatakan: “terdakwa tidak terbukti bersalah dan segera dikeluarkan dari tahanan. Biaya perkara dibebankan pada negara”. Hari itu juga Ketut Tama dibebaskan dari tahanan yang dijalaninya sejak Juli 1966 (sekitar 22 bulan). Sebelumnya, 10 aktivis lainnya termasuk Robin dan Bawa, dibebaskan dari tahanan tanpa pernah menjalani proses peradilan di sidang pengadilan.**

Dugaan berkembang, ada yang memanfaatkan masa transisi Orla ke Orba, pasca-G 30 S/PKI itu, untuk menyudutkan GMNI. Buktinya, yang ditahan bukan hanya mahasiswa anggota Resimen dan mahasiswa FS Unud, juga aktivis GMNI dari luar Unud. Dari 11 itu terdapat aktivis GMNI, I Gusti Nengah Suraget mahasiswa Akademi Koperasi, I Gde Suartika, I Gusti Agung Ketut Nodher dan Jaya Arison, mahasiswa Sospol Unmar. 

Secara terpisah juga ditahan I Gusti Gde Rai Weda Adnyana, mahasiswa FS Unud. Dalam sidang Pengadilan Negeri Denpasar, Jaksa Singgih, S.H, menuduh terdakwa “tanpa hak/izin menyimpan bahan peledak berupa granat dan meledakkan granat tersebut di depan FS Unud 13 menjelang 14 Juli 1966 sehingga akibatkan kerusakan”. Dalam sidang 14 Maret 1968, hakim yang diketuai Suraputra, S.H. menjatuhkan hukuman pada Rai “5 tahun penjara dan diharuskan membayar biaya perkara”. 

Untuk menjaga agar organisasi tetap eksis dan tetap berperan aktif, saat ke-11 aktivis GMNI ditahan, Cabang-cabang GMNI menyelenggarakan Mukerda, 10 Februari 1967. Terpilih menjadi Pengurus Korda GMNI Bali-Nusra: Ketua I – IV: Widminarko (FS), Ida Bagus Putra (FKHP), Ketut Sutira (FHPM), Ninik Brata (FHPM). Sekretaris: Md. Murti Santosa (AAN), Nyoman Arka (FK). Bendahara : Gde Sepatika (FKHP), Ayu Putu Nantri (FHPM). 

Dengan tujuan sama, Konperensi GMNI Cabang Denpasar 16 April 1967 menetapkan : Ketua I - IV: Dw Gde Atmaja, Sudana Wirawan, Ngakan Made Agung, AA Mas Harmiyati. Sekretaris I - IV: Wayan Rereh, Harsana, AA Arwata, AA Sagung Putri. Bendahara : Susilowati Murdowo, Subrata Duarsa. 

Saat itu di tingkat nasional sudah mulai banyak dibicarakan perlunya dibentuk organisasi, wadah dan forum komunikasi antarorganisasi dan eksponen generasi muda. Jenderal Ali Murtopo bersama tokoh Angkatan 66 David Napitupulu, Abdul Gafur, dll. datang ke Bali antara lain berceramah di depan tokoh pemuda dan mahasiswa di Aula Unud yang juga saya hadiri. Ida Bagus Putra menyampaikan informasi pada saya bahwa GMNI diminta menyiapkan kadernya untuk memimpin wadah tersebut jika kelak terbentuk. Saya sebagai pucuk pimpinan GMNI tidak mungkin memimpin, sebab sudah terlalu jauh aktif di parpol (1967 – 1969 dan 1969 – 1971, saya menjabat Sekretaris II DPD PNI Bali). Benar, ketika KNPI Bali terbentuk, ketua pertamanya adalah kader GMNI, “orang kedua” dalam kepengurusan saat Korda GMNI saya pimpin, yakni Ida Bagus Putra. Dalam era Orba, Putra pernah menjabat anggota DPRD Bali dan anggota DPR, Fraksi Golkar.



Catatan :

*Penulis adalah alumni GMNI

**Ulasan tentang penggranatan di FS Unud di buku “Menerobos Badai Biografi Intelektual Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus”, halaman 343 dan 344, SALAH, tidak sesuai fakta. Penggranatan ditulis 20 Mei 1966. Robin, Bawa dan Tama ditulis dihukum masing-masing 3 tahun. Delapan orang lainnya ditulis dihukum kurungan masing-masing satu tahun.Semuanya itu tidak sesuai fakta. Pelakunya, I Gusti Gde Rai Weda Adnyana yang dihukum 5 tahun, malah tidak disebutkan samasekali dalam buku tersebut. Baca juga koreksian saya di Bali Post 13 Juli 2013 dan di buku “Widminarko Mandiri Belajar Sendiri”. Penulis buku, Nyoman Wijaya, juga sudah menerima kiriman buku saya ini).

Penggranatan Fakultas Sastra dan Lahirnya KNPI di Bali
Item Reviewed: Penggranatan Fakultas Sastra dan Lahirnya KNPI di Bali 9 out of 10 based on 10 ratings. 9 user reviews.
Emoticon? nyengir

Berkomentarlah dengan Bahasa yang Relevan dan Sopan.. #ThinkHIGH! ^_^

Komentar Terbaru

Just load it!