Pasar Bebas Dalam Perspektif Marhaenisme

Oleh : Putu Sindhu Andredita*

Pasar bebas atau yang sering disebut dengan free trade  merupakan salah satu  fenomena globalisasi yang tidak dapat kita hindari, dimana konsekuensinya adalah Indonesia sebagai sebuah negara mutlak terlibat dalam sistem pergaulan internasional  dengan segala eksesnya .

Pertukaran arus barang dan jasa, informasi, teknologi serta mobilisasi tenaga kerja adalah segelintir akibat pasar bebas. Hal ini disebabkan karena semakin menipisnya batas-batas wilayah dengan ditandai semakin meningkatnya efek ketergantungan negara terhadap kebutuhan faktor produksi.

Semangat Penghisapan
Jika dilihat dari aspek kesejarahan,  pasar bebas/free trade sebagai produk berpikir terjadi ketika di cetuskannya politik merkantilisme, dimana makna dari merkantilisme sendiri adalah sebuah rumus ekonomi politik, dimana negara  membuka seluas-luasnya keran eksport dan memperkecil import. Maka dengan demikian negara yang menganut sistem merkantilisme senantiasa mencari pangsa pasar di luar negaranya untuk mengakumulasi kekayaan negara dengan asumsi akan mampu mensejahterakan rakyat.

Didominasinya semangat berpikir merkantilisme mendorong negara berlomba-lomba melakukan pola ekonomi yang sama, yakni  terus menerus demi menemukan pangsa pasar. Hal ini yang menjadi dasar semangat ideologi pasar seiring dengan perkembangan pengetahuan ekonomi sehingga munculah pasar bebas yang terjadi sekarang.

Pasar bebas sebagai sebuah fenomena yang menggejala secara global sepatutnya dilihat sebagai peluang oleh negara-negara yang menginginkan pemerataan kemakmuran bagi warga negaranya. Namun sungguh disayangkan apabila semangat pasar bebas yang sudah berakar  ini, didominasi penuh  oleh ideologi kompetisi yang tidak sehat sebagai mana terjadi antara negara maju terhadap negara yang sedang berkembang.

Iklim free Trade yang dipengaruhi oleh semangat penghisapan dengan dalil persaingan bebas telah merugikan negara-negara lemah, yang menjadi sasaran empuk negara pemodal yang kaya. Eksploitasi negara maju terhadap negara berkembang sebagai penyedia faktor produksi serta konsumen merupakan contoh dari situasi nyata pasar bebas yang terjadi hari ini.

Iklim liberal memungkinkan semua negara melakukan kompetisi secara bebas, namun hal ini disayangkan karena seolah-olah otoritas tertinggi adalah pasar bebas dan sistem pertukaran lah yang menjadi nilai tertinggi. Sebagai akibatnya, terjadi gap atau jurang ekonomi. Alih-alih terjadi kesetaraan dan keadilan, kenyataannya malah keterpurukan ekonomi negara lemah.

Kebudayaan pasar bebas yang demikian menghasilkan situasi ekonomi politik negara yang memunculkan sifat menghisap, sedangkan negara berkembang atau negara ketiga seterusnya menjadi korban dari ideologi pasar negara maju.

Globalisasi berdasarkan Marhaenisme
Dalam pidato to build the world a new  pidato yang dikumandangkan Presiden Soekarno di depan sidang umum PBB pada tahun 1960, tegas menentang sistem penghisapan yang dilakukan negara imperialisme dan kolonialisme. Semangat inilah yang menjadi peletak dasar diadakannya persatuan diantara negara-negara Asia, Afrika dan Amerika latin untuk melakukan perlawanan atas hegemoni serta praktik penghisapan negara maju.

Dalam semangat persatuan tersebut, Bung Karno menawarkan konsepsi agar negara di dunia khususnya negara anggota PBB melihat realita penderitaan negara yang terjajah. Di samping itu sesungguhnya perseteruan dua Blok yang ada harusnya menjadi jembatan penghubung bagi bangsa bangsa yang masih tertingal dan sebaliknya bukan melakukan praktik isolationist dengan hanya menjadikan negara berkembang sebagai objek kepentingan ekonomi politik.

Free trade sebagai sebuah sistem sangatlah berguna apabila yang menjiwai adalah semangat gotong royong dan saling bahu membahu diantara bangsa-bangsa. Dengan prinsip gotong royong, seyogyanya keadaan ekonomi negara-negara berkembang/negara dunia ketiga dapat di tingkatkan. Selain itu, dorong agar terjadi hubungan kerjasama antar negara didasarkan atas dasar hasrat yang merdeka, membangun tatanan dunia semua untuk semua.

Ideologi Marhanisme Soekarno menawarkan gagasan bahwa dalam percaturan internasional negara yang kuat wajib melindungi negara yang lemah, dengan semangat sosio-nasionalisme, sosio demokrasi dan Ketuhanan. Diantara negara bangsa hendaknya tercipta kerukunan dan kesamarataan. sistem sosio demokrasi adalah demokrasi yang seluruhnya merupakan cermin dari suara masyarakat warga negara, dengan aspek ketuhanan sebagai keyakinan luhur bahwa setiap negara harus dituntun dengan keyakinan positif demi terwujudnya tatanan negara yang harmonis.

Apabila konsep yang demikian mampu menjadi semangat dari perdagangan bebas maka dapat dipastikan tidak ada negara yang memiliki keinginan untuk melakukan penghisapan atau penjajahan, "zonder exploitation de l’home par l’home, en de nation par nation". Dapat dipastikan bangsa-bangsa di dunia akan tumbuh dengan merdeka tanpa disetir oleh kepentingan negara pemodal, terbebas dari tekanan militer dan jebakan hutang luar negeri.
     

*Penulis Adalah Wakil Ketua Bidang Kaderisasi dan Pengembangan Cabang Baru DPC GMNI Denpasar
Pasar Bebas Dalam Perspektif Marhaenisme
Item Reviewed: Pasar Bebas Dalam Perspektif Marhaenisme 9 out of 10 based on 10 ratings. 9 user reviews.

Kemerdekaan/Kebebasan sesorang dapat diraih dengan Kejujuran Usaha, Ketulusan , Cinta.

Materi jadi sedikit karena Pengeluaran banyak sebaliknya Materi jadi banyak dari Pengelolaan yang baik, Sederhana BROO..!!! Suka menabung.

"" Life is mind game ""
SUKSES SELALU.

Emoticon? nyengir

Berkomentarlah dengan Bahasa yang Relevan dan Sopan.. #ThinkHIGH! ^_^

Komentar Terbaru

Just load it!