Power Negara Dalam Politik Internasional

Oleh : Putu Sindhu Andredita*


isu lingkungan hidup dipolitisasi sedemikian rupa (bahkan dalam WTO /World Trade Organization)sehingga seolah-olah merupakan keprihatinan yang serius masyarakat internasional. Padahal isu tersebut sering dijadikan tameng negar maju untuk melindungi kepentingan ekonomi dan bisnis mereka” (Sonny Keraf, 2002:229-231).

Kutipan diatas mengindetifikasi bahwa negara maju mampu memainkan isu lingkungan dan menunjukan keseriusan dalam penanganan permasalahan lingkungan. Namun dibalik hal tersebut, politisasi isu lingkungan ini tentunya tidak lepas dari kepentingan negar-negara maju untuk mempertahankan kepentingan ekonominya. Meskipun dalam menanggapi isu ini, terjadi perbedaan cara pandang antara negara maju dengan negara berkembang perihal sumber dari kerusakan lingkungan itu sendiri, namun pada kenyataanya negara-negara berkembang tidak menyuarakan pandangannya secara formal dengan menjadikannya agenda dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT).

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa negara negara berkembang melakukan sikap demikian? Padahal sikap tersebut sangat merugikan ketika negara berkembang harus ikut mempertanggung jawabkan kerusakan lingkungan yang pada kenyataanya lebih banyak bersumber dari negara-negara maju. 

Menjawab pertanyaan tersebut, tentunya hal ini berawal dari besar-kecilnya power  yang dimiliki oleh masing masing negara. Tingkat power yang dimiliki oleh masing masing negara dapat dilihat dari tingkat perekonomian dan kapasitas militernya. Power  yang dimiliki negara akan menentukan posisi dan kuasa negara tersebut dalam percaturan kepentingan global. Power ini akan menentukan pula siapa pihak yang mendominasi dan pihak yang didominasi, pihak yang dieksploitasi dengan pihak yang mengeksploitasi. Dalam konteks demikian jelas bahwa negara yang memiliki keunggulan power ekonomi dan militer yang kuat akan menjadi pihak dominan, eksploiter,dan selalu beneficial ketika pun dalam hubungan perjanjian maupun kesepakatan internsional apapun, khususnya menyangkut isu lingkungan.


Teori Sistem Dunia
Struktur ini dalam perkembangannya dibagi kemudian dalam tiga kategori , yaitu : negara core (pusat), semi periphery (diantara pusat dan pinggiran), dan periphery (pinggiran). Pemikiran yang dikemukakan oleh Wallerstein ini ditujukan untuk menggambakan bagaimana pola hubungan yang parameter ukurnya adalah kekuatan ekonomi dan militer negara. Dalam gambaran wallerstein mengenai the world system theory, kondisi pada tahapan lanjut akan mengakibatkan pola ketergantungan negara lemah terhadap negara maju. 

Dapat dianalisis bahwa, disparitas dalam konteks power inilah yang membuat negara negara berkembang santiasa tidak berdaya (powerless) dalam hal perhubungannya dalam dimensi pergaulan internasional. Termasuk dalam konteks konfrensi Tingkat Tinggi mengenai penyelesaian isu lingkungan , dimana sementara negara berkembang dijadikan objek isu lingkungan oleh negara maju, negara maju dengan perkembangan industri tinggi secara berkelanjutan melakukan degradasi terhadap sumber daya alam negara berkembang ditambah lagi dengan pola dependensi negara berkembang terhadap negara maju mengakibatkan sulitnya negara berkembang yang lemah secara power  untuk lepas dari belenggu kepentingan. 

Hubungan yang tidak reciprocal inilah yang tetap coba dipertahankan Negara maju, keadaan naegara berkembang yang status quo akan memungkinkan Negara maju untuk tetap menjalankan hegemoninya. Di sisi lain, negara yang berkembang akan selalu terpasung diselangkangannya negara kuat.

*Penulis adalah Wakil Ketua Bidang kaderisasi dan Pembentukan Cabang Baru  DPC GMNI Denpasar
Power Negara Dalam Politik Internasional
Item Reviewed: Power Negara Dalam Politik Internasional 9 out of 10 based on 10 ratings. 9 user reviews.

Sering sering menulis artikel...!
Semoga jadi seorang konsultan dan Publik Speaker.

SUKSES SELALU.

Emoticon? nyengir

Berkomentarlah dengan Bahasa yang Relevan dan Sopan.. #ThinkHIGH! ^_^

Komentar Terbaru

Just load it!