Multikulturalisme Sebagai Senjata Diplomasi Indonesia : Proses Mediasi Antara Negara Arab Dan Iran

Oleh : Putu Sindhu Andredita*

Indonesia  dikenal memiliki keanekaragaman budaya. Peneliti/akademisi dari berbagai belahan dunia, datang ke Indonesia untuk melakukan penelitian tentang bagaimana proses keanekaragaman budaya terjadi dalam proses kehidupan masyarakat Indonesia. Multikulturalisme di negara Indonesia dibingkai dalam kerangka persatuan, dimana dalam aspek implementasinya berlandaskan Pancasila, praktik tersebut menjadi cermin bagaimana kontestasi  politik hubungan luar negeri Indonesia terhadap dunia internasional.

Semangat politik bebas aktif Indonesia telah secara tegas tertuang dalam mukadimah konstitusi Indonesia yang bertujuan ikut melaksanakan ketertiban dunia , perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dengan modal keanekaragaman budaya yang dimiliki, bukan suatu hal yang mustahil Indonesia mampu tampil menjadi pemimpin negara negara dunia internasional, dengan Pancasila sebagai bintang pemandu  (leitstern) sebagaimana yang pernah terjadi pada Konferensi Asia-Afrika 1960, Indonesia di bawah kepemimpinan Bung Karno. Pancasila memberikan pedoman bangsa bangsa di dunia sesungguhnya praktik yang terjadi selama ini adalah praktik penjajahan bangsa atas bangsa lain, dengan kata lain penjajahan terhadap perikemanusiaan. 

Dalam kurun waktu terakhir, munculnya berbagai isu kontemporer yang menyangkut tentang keamanan ; isu  terorisme ,perlombaan senjata nuklir dan konflik identitas, merupakan salah satu dari sekian isu internasional yang menjadi concern negara bangsa. Permasalahan diplomatik yang terjadi antara negara Arab dengan Iran yang dipicu oleh kasus dieksekusinya 47 warga negara Iran oleh pemerintah Arab saudi karena diduga terkait dengan terorisme yang berakibat pada pembakaran kantor kedutaan arab di teheran (ibu kota iran) menyebabkan pemutusan hubungan diplomasi antar kedua negara timur tengah tersebut.

Jika diamati perseturuan kedua negara yang notabene berbeda aliran kepercayaan yakni arab sunni, dan Iran yang beraliran Syiah nampak bak konflik laten yang dapat ditengarai sebagai lahirnya konflik berkepanjangan antar negara tersebut.  Problematika ini segera ditanggapi oleh pemerintah Indonesia dengan mengirim utusan yakni Menlu RI Retno LP Marsudi, ke kedua negara timur tengah tersebut dengan harapan mampu menjadi jalan mediasi bagi negara yang berbeda aliran kepercayaan. 

Proses Mediasi dan Kepentingan Indonesia
Indonesia sebagai negara tidak luput dari konflik dalam negeri. Ditilik dari sejarahnya, konflik yang terjadi mengalami timbul tenggelam, baik konlik SARA, konflik adat horizontal maupun vertikal terhadap pemerintah/rezim yang berkuasa. Konflik yang terjadi, memberikan spektrum warna tersendiri bagi pengalaman Indonesia dalam mengatasi konflik. Dalam konteks mediasi konflik, Indonesia dapat dikatakan cukup asam garam dalam management konflik demikian.

Berbagai aliran suku, ras , agama lahir dan hidup di bumi Indonesia. Bukan perkara mudah mengelola perbedaan, terlebih berkaitan dengan identitas masyarakat yang sangat rentan mengalami provokasi dan adu domba. Ambil saja contoh kasus GAM dan RMS, yang dengan bingkai politik multikultur, Indonesia  mampu meminimalisir eskalasi konflik yangg terjadi. 

Mediasi demi mediasi juga dilakukan oleh pemerintah Indonesia ketika terjadi konflik antara negara Thailand – Kamboja dalam sengketa perbatasan Kuil Vrah Vihear. Demikian juga mediasi konflik internal negara Myanmar dengan rezim Junta militer, membuat bargain position Indonesia diakui secara regional dalam hal resolusi konflik. Sedangkan untuk kali ini, tampilnya Indonesia dalam proses mediasi dua negara timur tengah ini dapat dikatakan langkah kongkrit Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan konstitusi yakni terlibat dalam upaya perdamaian dunia. Apabila dilihat dari aspek kepentingan, Indonesia yang notabene mayoritas muslim sangat berkepentingan dalam kerangka resolusi konflik kedua negara tersebut, 

Betapa tidak, jika dilihat urgensi kepentingannya, Indonesia sangat berkepentingan untuk melindungi warga negaranya yang berada di timur tengah , banyaknya TKI yang bekerja di negara Arab jelas menjadi perhatian serius Indonesia dalam proses diplomasi ini. Disamping memang arab saudi menjadi tujuan ibadah  Haji dari masyarakat muslim Indonesia. Dapat dilihat jelas bagaimana proses diplomasi berjalan dengan motif kepentingan nasional dalam persoalan diplomatik Arab-Iran.   
  
Kebudayaan sebagai MultiTrack dalam Diplomasi Indonesia
Sebagai bangsa yang dikaruniai kekayaan luar biasa dalam kebudayaan dan sejarah, Indonesia seharusnya mampu mengelaborasi design politik luar negeri yang searah dengan modal domestik dalam panggung pergaulan internasional. Nilai ideologi Pancasila yang inheren dan refleksi dari historis bangsa Indonesia seharusnya mampu  menjadi buliding block serta panduan diplomasi RI.
Robert Putnam dalam Two Level Games mengemukakan bahwa apapun yang terjadi secara domestik akan tercermin juga dalam pola hubungan luar negeri sebuah bangsa. Maka jelas dalam bingkai Pancasila dengan tujuan masyarakat sosialisme Indonesia langkah kita bergerak maju menjadi bangsa yang besar tak terbendung sama sekali.

Kelihaian dan kecermatan para pembuat kebijakan mengasosiakan elemen yang ada dalam lingkungan pembuatan kebijakan menjadi kunci sukses sebuah diplomasi. Unsur ideologi, etos kerja, nilai dan kebudayaan adalah elemen mendasar pembuat kebijakan luar negeri dalam menganalisa efektifnya sebuah diplomasi. Disamping spill over effect, yang menjadi kalkulasi dalam sebuah proses pembuatan kebijakan luar negeri.    

Diplomasi Indonesia terhadap negara yang bersitegang di timur tengah dapat dilakukan melalui pendekatan historis, multikulturalisme. Dengan ditekankannya aspek budaya sebagai jembatan komunikasi, disamping tetap memperhatikan faktor kesejarahan kedua negara maka dipastikan national interest Indonesia dapat tercapai lewat strategi kebudayaan. Karena jika mengacu pada arti kebudayaan sebagai hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam rangka menghadapi tantangan  sosial dan zaman,  maka kebudayaan dalam arti ini dapat dijadikan strategi mediasi proses konflik, apalagi jika itu menyangkut kemaslahatan kepentingan negara.

*Penulis adalah Wakil Ketua Bidang Kaderisasi dan Pengembangan Cabang Baru DPC GMNI Denpasar



Multikulturalisme Sebagai Senjata Diplomasi Indonesia : Proses Mediasi Antara Negara Arab Dan Iran
Item Reviewed: Multikulturalisme Sebagai Senjata Diplomasi Indonesia : Proses Mediasi Antara Negara Arab Dan Iran 9 out of 10 based on 10 ratings. 9 user reviews.

Perkuat pertahanan diri, perdalam bahasa internatinal semoga menjadi deplomat sejati....!!!

SUKSES BROO.

Emoticon? nyengir

Berkomentarlah dengan Bahasa yang Relevan dan Sopan.. #ThinkHIGH! ^_^

Komentar Terbaru

Just load it!